kisah urwah bin zubair dipotong kakinya

urwah bin zubair

baru saja matahari sore itu memancarkan sinarnya di Baitul Haram serta mempersilahkan jiwa- jiwa yang bening buat mendatangi buminya yang suci tatkala sisa- sisa para teman Rasulullah SAW serta para pembesar tabi’ in mulai berthawaf di sekitar Ka’ bah, mengharumkan atmosfer dengan pekikan tahlil serta takbir serta penuhi hamparan dengan do’ a- do’ a kebaikan.


Serta tatkala orang- orang membuat bundaran per- kelompok di dekat Ka’ bah nan agung, yang berdiri kuat di tengah Baitul Haram dalam keadaan yang berwibawa serta agung. Mereka penuhi pemikiran dengan keindahannya yang menarik, serta memoderator pembicaraan- pembicaraan di antara mereka tanpa keisengan serta perkataan dosa.


Di dekat Rukun Yamani, duduklah 4 orang pemuda yang masih anak muda serta terhormat nasabnya dan berbaju harum seakan- akan mereka bagaikan merpati- merpati masjid, berbaju mengkilat serta membuat hati jinak karenanya.


Mereka itu merupakan‘ Abdullah bin az- Zubair, saudaranya; Mus’ ab bin az- Zubair, kerabat mereka berdua; Urwah bin az- Zubair serta Abdul Malik bin Marwan.


Terjalin pembicaraan ringan serta sejuk di antara kanak- kanak muda ini, kemudian tidak lama setelah itu salah seseorang di antara mereka mengatakan,


“ Hendaklah tiap- tiap dari kita meminta kepada Allah apa yang hendak ia cita- citakan.”


Hingga khayalan mereka terbang ke alam ghaib nan luas, angan- angan mereka berputar- putar di taman- taman harapan nan hijau, setelah itu Abdullah bin az- Zubair mengatakan,


“ Cita- citaku, saya mau memahami Hijaz serta memegang khilafah.”


Saudaranya, Mus’ ab mengatakan,


“ Jika saya, saya mau memahami 2 Irak( Kufah serta Bashrah) sehingga tidak terdapat orang yang menyaingiku.”


Sebaliknya Abdul Malik bin Marwan mengatakan,“ Bila kamu berdua cuma puas dengan perihal itu saja, hingga saya tidak hendak puas kecuali memahami dunia seluruhnya serta saya mau memegang kekhilifahan sehabis Muawiyah bin Abi Sufyan.”


Sedangkan‘ Urwah bin az- Zubair terdiam serta tidak berdialog satu kalimat juga, hingga saudara- saudaranya tersebut menoleh ke arahnya serta mengatakan,“ Apa yang kalian cita- citakan wahai Urwah?”


Ia menanggapi,“ Mudah- mudahan Allah memberkati kamu seluruh terhadap apa yang kamu cita- citakan dalam urusan dunia kamu. Sebaliknya saya cuma bercita- cita mau jadi seseorang‘ alim yang‘ Amil( Mengamalkan ilmunya), orang- orang belajar Kitab Rabb, Sunnah Nabi serta hukum- hukum agama mereka kepadaku serta saya memperoleh keberuntungan di akhirat dengan ridla Allah serta memperoleh surga- Nya.”


Setelah itu waktu juga berjalan begitu kilat, sehingga memanglah setelah itu Abdullah bin az- Zubair dibai’ at jadi Khalifah sehabis kematian Yazid bin Muawiyah( Khalifah ke 2 dari khilafah Bani Umayyah), serta ia juga memahami kawasan Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan serta Iraq. Setelah itu ia dibunuh di sisi Ka’ bah tidak jauh dari tempat dimana ia sempat bercita- cita tentang perihal itu.


Serta nyatanya Mus’ ab bin Az- Zubair juga memahami pemerintahan Iraq sepeninggal saudaranya,‘ Abdullah tetapi ia pula dibunuh di dalam mempertahankan kekuasaannya tersebut.


Demikian pula, Abdul Malik bin Marwan memangku jabatan Khalifah sehabis bapaknya meninggal, serta di tangannya kalangan Muslim bersatu sehabis pembunuhan terhadap‘ Abdullah bin az- Zubair serta saudaranya, Mus’ ab di tangan pasukan- pasukannya. Setelah itu ia jadi penguasa terbesar di dunia pada zamannya.


Kemudian gimana dengan‘ Urwah bin Az- Zubair? Ayo kita mulai kisahnya dari awal.


‘ Urwah bin az- Zubair dilahirkan setahun saat sebelum berakhirnya kekhilafahan Umar al- Faruq, di dalam keluarga sangat terpandang serta terhormat perannya dari sekian banyak keluarga- keluarga kalangan muslimin.


Bapaknya merupakan az- Zubair bin al-’ Awwam, teman dekat serta pendukung Rasulullah SAW, orang awal yang menghunus pedang di dalam Islam serta salah satu dari 10 orang yang dijanjikan masuk surga.


Ibunya bernama Asma` binti Abu Bakar yang bergelar berjuluk“ Dzatun Nithaqain”( Owner 2 ikat pinggang. Perihal ini sebab ia merobek ikat pinggangnya jadi 2 pada dikala hijrah, salah satunya ia pakai buat mengikat bekal Rasulullah SAW serta yang satu lagi ia pakai buat mengikat bekal makanannya).


Kakeknya pancar( dari pihak) ibunya tidak lain merupakan Abu Bakar ash- Shiddiq, Khalifah Rasulullah SAW serta teman- temannya kala terletak di dalam goa( Tsur). Neneknya pancar( dari pihak) bapaknya bernama Shafiyyah binti Abdul Muththalib bibi Rasulullah SAW sebaliknya bibinya merupakan Ummul Mukminin‘ Aisyah RA. Pada dikala jenazah‘ Aisyah dikubur,‘ Urwah sendiri yang turun ke kuburnya serta meratakan liang lahadnya dengan kedua tangannya.


Apakah kamu mengira kalau sehabis peran ini, terdapat peran lain serta kalau di atas kemuliaan ini, terdapat kemuliaan lain tidak hanya kemuliaan iman serta kewibawaan Islam?


Buat merealisasikan cita- cita yang sudah diharapkannya perkenaan Allah atasnya dikala di sisi Ka’ bah itu, ia tekun di dalam mencari ilmu serta memfokuskan diri untuknya dan memakai peluang buat menimba ilmu dari sisa- sisa para teman Rasulullah SAW yang masih hidup.


Ia giat menghadiri rumah- rumah mereka, shalat di balik mereka serta menjajaki pengajian- pengajian mereka, sehingga ia sukses mentrasfer riwayat dari Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub al- Anshari, Usamah bin Zaid, Sa’ id bin Zaid, Abu Hurairah, Abdullah bin Abbas serta an- Nu’ man bin Basyir. Ia banyak sekali mentransfer riwayat dari bibinya,‘ Aisyah Ummul Mukminin sehingga ia jadi salah satu dari 7 Pakar fiqih Madinah( al- Fuqahâ` as- Sab’ ah) yang jadi referensi kalangan muslimin di dalam menekuni agama mereka.


Para pejabat yang shaleh memohon dorongan mereka di dalam mengemban tugas yang dilimpahkan Allah kepada mereka terhadap urusan umat serta negeri.


Di antara contohnya merupakan aksi Umar bin Abdul Aziz kala tiba ke Madinah selaku gubernurnya atas mandat dari al- Walid bin Abdul Malik. Orang- orang tiba kepadanya buat mengantarkan salam.


Kala berakhir melakukan shalat dhuhur, ia memanggil 10 Pakar fiqih Madinah yang diketuai oleh‘ Urwah bin Az- Zubair. Kala mereka telah terletak di sisinya, ia menyongsong mereka dengan sambutan hangat serta memuliakan tempat duduk mereka. Setelah itu ia menyanjung Allah‘ Azza wa Jalla serta menyanjung- Nya dengan sanjungan yang pantas bagi- Nya, kemudian mengatakan,


“ Sebetulnya saya memanggil kamu seluruh buat suatu yang rasanya kamu seluruh diganjar pahala karenanya serta jadi pendukung- pendukungku dalam berjalan di atas kebenaran. Saya tidak mau memutuskan suatu tanpa komentar kamu seluruh, ataupun komentar orang yang muncul dari kalian- kalian seluruh. Bila kamu seluruh memandang seorang menyakit orang lain, ataupun mendengar sesuatu kedzaliman dicoba oleh pegawaiku, hingga demi Allah, saya memohon supaya kamu melaporkannya kepadaku.”


Hingga‘ Urwah bin az- Zubair mendo’ hendak kebaikan baginyanya serta meminta kepada Allah supaya menganugerahinya ketepatan( dalam berperan serta berdialog) serta memperoleh petunjuk.


‘ Urwah bin az- Zubair betul- betul menyatukan ilmu serta amal. Ia banyak berpuasa di kala hari demikian teriknya serta banyak shalat malam di kala malam hitam gulit, senantiasa membasahkan lisannya dengan dzikir kepada Allah Ta’ ala.


Tidak hanya itu, ia senantiasa menyertai Kitab Allah‘ Azza wa Jalla serta tekun membacanya. Tiap harinya, ia membaca seperempat al- Qur’ an dengan memandang ke Mushafnya.


Setelah itu ia membacanya di dalam shalat malam hari dengan hafalan.


Ia tidak sempat meninggalkan kebiasaannya itu sejak tiba anak muda sampai wafatnya, kecuali satu kali diakibatkan terdapatnya bencana yang menimpanya. Menimpa apa bencana itu, hendak didatangkan kepada pembaca nanti.


Sangat‘ Urwah bin az- Zubair memperoleh kedamaian hati, kesegaran mata serta surga dunia di dalam shalatnya, karenanya, ia melaksanakannya dengan sebaik- baiknya, memenuhi ketentuan rukunnya dengan sempurna serta berlama- lama di dalamnya.


Diriwayatkan tentangnya kalau ia sempat memandang seseorang yang lagi melaksanakan shalat dengan ringan( kilat), hingga kala orang itu sudah berakhir shalat, ia memanggilnya serta mengatakan kepadanya,“ Wahai anak saudaraku, Apakah kamu tidak memiliki keperluan kepada Tuhanmu‘ Azza wa Jalla?! Demi Allah sebetulnya saya meminta kepada Allah di dalam shalatku seluruh suatu apalagi garam.”


‘ Urwah bin Az- Zubair merupakan pula seseorang dermawan, pema’ af serta pemurah. Di antara contoh kedermawanannya, kalau ia memiliki suatu kebun yang sangat luas di seantero Madinah. Airnya nikmat, pohon- pohonnya rindang serta kurma- kurmanya besar. Ia memagari kebunnya sepanjang setahun buat melindungi supaya pohon- pohonnya bebas dari kendala fauna serta keusilan kanak- kanak. Serta, bila telah tiba waktu panen, buah- buahnya siap dipetik serta siap dimakan, ia menghancurkan kembali pagar kebunnya tersebut di banyak arah biar orang- orang gampang buat memasukinya.


Hingga mereka juga memasukinya, tiba serta kembali buat memakan buah- buahnya serta membawanya kembali dengan semau hati. Serta tiap kali ia merambah kebunnya ini, ia mengulang- ulang firman Allah,“ Serta kenapa kalian tidak mengucapkan tatkala kalian merambah kebunmu” MASYA ALLAH, LAA QUWWATA ILLA BILLAH”( Sangat atas kehendak Allah seluruh ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)”( Q., s. al- Kahfi: 39)


Serta pada sesuatu tahun dari kekhilafahan al- Walid bin Abdul Malik( khalifah ke 6 dari khalifah- khalifah Bani Umayyah, serta pada zamannya kekuasaan Islam menggapai puncaknya), Allah Azza wa Jalla berkehendak buat menguji‘ Urwah bin az- Zubair dengan tes yang berat, yang tidak hendak terdapat orang yang sanggup bertahan menghadapinya kecuali orang yang hatinya penuh dengan keimanan serta kepercayaan.


Khalifah kalangan muslimin mengundang‘ Urwah bin az- Zubair biar mengunjunginya di Damaskus, kemudian Urwah penuhi undangan tersebut serta bawa dan putra tertuanya.


Serta kala telah tiba, Khalifah menyambutnya dengan sambutan yang hangat serta memuliakannya dengan penuh keagungan. Tetapi dikala di situ, Allah SWT berkehendak lain, tatkala putra‘ Urwah merambah kandang kuda al- Walid buat bermain- main dengan kuda- kudanya yang tangkas, kemudian salah satu dari kuda itu menendangnya dengan keras sampai ia wafat seketika


Belum lama si bapak yang bersedih menguburkan putranya, salah satu kakinya terserang tumor ganas( semacam kusta) yang bisa menjalar ke segala badan. Betisnya membesar serta tumor itu dengan sangat kilat tumbuh serta menjalar.


Sebab itu, Khalifah memanggil para dokter dari seluruh penjuru buat tamunya serta memohon mereka buat mengobatinya dengan seluruh metode. Hendak namun, para dokter setuju kalau tidak terdapat jalur lain buat mengatasinya tidak hanya memotong betis‘ Urwah, saat sebelum tumor itu menjalar ke segala badannya serta merenggut nyawanya. Hingga, tidak terdapat alibi lagi buat tidak menerima realitas itu.


Kala dokter bedah tiba buat memotong betis‘ Urwah serta bawa perlengkapannya buat membelah daging dan gergaji buat memotong tulang, ia mengatakan kepada‘ Urwah,


“ Menurutku kamu wajib meminum suatu yang memabukkan biar kamu tidak merasa sakit kala kaki kamu dipotong.”


Hingga Urwah mengatakan,“ O.. tidak, itu tidak bisa jadi! Saya tidak hendak memakai suatu yang haram terhadap kesembuhan yang saya harapkan.”


Hingga dokter itu mengatakan lagi,“ Jika begitu saya hendak membius kamu.”


Urwah mengatakan,“ Saya tidak mau, jika terdapat satu dari anggota badanku yang diambil sebaliknya saya tidak merasakan sakitnya. Saya cuma mengharap pahala di sisi Allah atas perihal ini.”


Kala dokter bedah itu mulai memotong betis, datanglah sebagian orang tokoh kepada‘ Urwah, hingga‘ Urwah juga mengatakan,


“ Buat apa mereka tiba?.”


Terdapat yang menanggapi,


“ Mereka dihadirkan buat memegang kamu, barangkali kamu merasakan sakit yang amat sangat, kemudian kamu menarik kaki kamu serta kesimpulannya membahayakan kamu sendiri.”


Kemudian‘ Urwah mengatakan,


“ Suruh mereka kembali. Saya tidak memerlukan mereka serta berharap kamu merasa lumayan dengan dzikir serta tasbih yang saya ucapkan.”


Setelah itu dokter mendekatinya serta memotong dagingnya dengan perlengkapan bedah, serta kala hingga kepada tulang, ia meletakkan gergaji padanya serta mulai menggergajinya, sedangkan‘ Urwah membaca,“ Lâ ilâha illallâh, wallâhu Akbar.”


Dokter terus menggergaji, sebaliknya‘ Urwah tidak henti bertahlil serta bertakbir sampai kesimpulannya kaki itu buntung.


Setelah itu dipanaskanlah minyak di dalam bejana besi, kemudian kaki Urwah dicelupkan ke dalamnya buat menghentikan darah yang keluar serta menutup cedera. Kala seperti itu,‘ Urwah pingsan sekian lama yang menghalanginya buat membaca jatah membaca Kitab Allah pada hari itu. Serta itu merupakan salah satunya kebaikan( teks al- Qur’ an) yang terlewati olehnya sejak ia tiba anak muda. Serta kala sadar,‘ Urwah memohon potongan kakinya kemudian mengelus- elus dengan tangannya serta menimang- nimangnya seraya mengatakan,


“ Sangat, Demi Dzat Yang Mendorongku buat mengajakmu berjalan di tengah malam mengarah masjid, Ia Maha mengenali kalau saya tidak sempat sekalipun membawamu berjalan kepada perihal yang haram.”


Setelah itu ia mengucapkan bait- bait sya’ ir karya Ma’ n bin Aus,


Demi Engkau, saya tidak sempat menginjakkan telapak tanganku pada suatu yang meragukan


Kakiku tidak sempat mengajakku buat melaksanakan kekejian


Kuping serta mataku tidak sempat menggiringku kepadanya


Pendapatku serta akalku tidak sempat menunjuk kepadanya


Ketahuilah, sebetulnya bukanlah bencana menimpaku sejauh masa melainkan dia sudah mengenai orang sebelumku


Al- Walid bin Abdul Malik betul- betul merasa pilu terhadap bencana yang mengenai tamu agungnya. Ia kehabisan putranya, kemudian dalam sebagian hari kehabisan kakinya pula, hingga al- Walid tidak bosan- bosan menjenguknya serta mensugestinya buat bersabar terhadap bencana yang dialaminya.


Kebetulan kala itu, terdapat sekelompok orang dari Bani‘ Abs singgah di kediaman Khalifah, di antara mereka terdapat seseorang buta, kemudian al- Walid bertanya kepadanya Mengenai karena kebutaannya, kemudian orang itu mejawab,


“ Wahai Amirul mukminin, di dalam komunitas Bani‘ Abs tidak terdapat orang yang harta, keluarga serta anaknya lebih banyak dariku. Kemudian saya bersama harta serta keluargaku singgah di pedalaman sesuatu lembah dari lembah- lembah tempat tinggal kaumku, kemudian terjalin banjir besar yang belum sempat saya saksikan tadinya. Banjir itu menghanyutkan seluruh yang saya miliki; harta, keluarga dana anak. Yang tersisa cumalah seekor onta serta balita yang baru lahir. Sebaliknya onta yang tersisa itu merupakan onta yang binal sehingga lepas. Dampaknya, saya meninggalkan si balita tidur di atas tanah buat mengejar onta tersebut. Belum begitu jauh saya meninggalkan tempat ku sampai seketika saya mendengar jeritan balita tersebut. Saya menoleh tetapi nyatanya kepalanya sudah terletak di mulut serigala yang lagi menyantapnya. Saya lekas menyongsongnya tetapi sayang saya tidak dapat menyelamatkannya, sebab srigala sudah membunuhnya. Kemudian saya mengejar onta serta kala saya terletak di dekatnya, dia menendangku dengan kakinya. Tendangan itu menimpa wajahku, sehingga keningku robek serta mataku buta. Begitulah saya memperoleh diriku di dalam satu malam sudah jadi orang yang tanpa keluarga, anak, harta serta mata.”


Hingga al- Walid mengatakan kepada pengawalnya,“ Ajaklah orang ini menemui tamu kita‘ Urwah bin az- Zubair. Mintalah ia mengisahkan ceritanya biar‘ Urwah mengenali kalau nyatanya masih terdapat orang yang hadapi cobaan yang lebih berat darinya.”


Kala‘ Urwah diangkut ke Madinah serta dipertemukan dengan keluarganya, ia mendahului mereka dengan perkataan,


“ Jangan kamu merasa ngeri terhadap apa yang kamu amati. Allah‘ Azza wa Jalla telahmenganugerahuiku 4 orang anak, kemudian mengambil satu di antara mereka serta masih menyisakan 3 orang lagi. Seluruh puji cuma untuk- Nya. Serta Ia memberiku 4 anggota tubuh, setelah itu Ia mengambil satu darinya serta menyisakan 3 untukku, hingga seluruh puji bagi- Nya. Ia pula sudah memberiku 4 buah yang mempunyai ujung( kedua tangan serta kedua kaki- red.,), kemudian Ia mengambilnya satu serta menyisakan 3 buah lagi untukku. Serta demi Allah, Bila juga Ia sudah mengambil sedikit dariku tetapi sudah menyisakan banyak untukku. Serta bila juga Ia mengujiku satu kali tetapi Ia sudah mengaruniaiku kesehatan berulang kali.”


Kala penduduk Madinah mengenali kehadiran imam serta orang‘ alim mereka,‘ Urwah bin az- Zubair, mereka berbondong- bondong tiba ke rumahnya buat menghibur serta menjenguknya. Di antara untaian kata ta’ ziah yang sangat berkesan merupakan perkataan Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah kepadanya,


“ Bergembiralah wahai Abu Abdillah! salah satu anggota tubuh serta anakmu sudah mendahuluimu mengarah surga serta yang keseluruhannya hendak menjajaki yang sebagiannya itu, insya Allah Ta’ ala. Sangat, Allah sudah menyisakan suatu darimu buat kami yang sangat kami butuhkan serta perlukan, ialah ilmu, fiqih serta komentar kamu. Mudah- mudahan Allah menjadikan perihal itu berguna bagimu serta kami. Allah lah Dzat Yang Maha menanggung pahala untukmu serta Yang menjamin balasan kebaikan amalmu.”


‘ Urwah bin az- Zubair senantiasa jadi tower anugerah, petunjuk kebahagiaan serta penyeru kebaikan untuk kalangan muslimin sejauh hidupnya. Ia sangat hirau terhadap pembelajaran anak- anaknya, spesialnya, serta kanak- kanak kalangan muslimin yang lain, biasanya. Ia tidak sempat membiarkan peluang lalu tanpa digunakannya buat membagikan penyuluhan serta nasehat kepada mereka.


Di antara contohnya, ia senantiasa mendesak anak- anaknya buat menuntut ilmu kala mengatakan kepada mereka,


“ Wahai anakku, tuntutlah ilmu serta kerahkanlah seluruh keahlian dengan semestinya. Sebab, bila kalian saat ini ini cuma selaku orang- orang kecil, mudahan- mudahan saja berkat ilmu, Allah menjadikan kalian orang- orang besar.”


Penuturan yang lain,


“ Aduh betapa buruknya, apakah di dunia ini terdapat suatu yang lebih kurang baik daripada orang tua yang bodoh?.”


Ia pula menyuruh mereka buat memperhitungkan sedekah selaku hadiah yang dipersembahkan buat Allah‘ Azza wa Jalla. Ialah, dalam perkataannya,


“ Wahai anakku, janganlah sekali- kali salah seseorang di antara kalian mempersembahkan hadiah kepada Rabb- nya berbentuk suatu yang ia merasa malu jika dihadiahkan kepada tokoh yang dimuliakan dari kaumnya. Sebab Allah Ta’ ala merupakan Dzat Yang Sangat Mulia, serta Sangat Dermawan dan Yang Sangat Berhak buat dipilihkan untuk- Nya.”


Ia pula sempat membagikan pemikiran kepada mereka( anak- anaknya) tentang tipikal manusia serta seolah mengajak mereka menembus langsung mengarah siapa inti dari mereka itu,

“ Wahai anakku, bila kalian memandang seorang berbuat kebaikan yang amat mempesona, hingga harapkanlah kebaikan dengannya walaupun di mata orang lain, ia seseorang jahat, sebab kebaikan itu mempunyai banyak kerabat. Serta bila kalian memandang seorang berbuat keburukan yang nyata, hingga menghindarlah darinya walaupun di mata orang lain, ia merupakan orang baik, sebab keburukan itu pula mempunyai banyak kerabat. Serta ketahuilah kalau kebaikan hendak menampilkan kepada saudara- saudaranya( jenis- jenisnya yang lain), demikian pula dengan keburukan.”

Ia pula berwasiat kepada anak- anaknya biar berlaku lemah lembut, berdialog baik serta bermuka ramah. Ia mengatakan,

“ Wahai anakku, sebagaimana tertulis di dalam hikmah,‘ Hendaklah kalian berkata- kata baik serta berwajah ramah tentu kalian hendak lebih dicintai orang dibanding cinta mereka kepada orang yang senantiasa membagikan mereka hadiah.”

Bilamana ia memandang manusia cenderung buat berfoya- foya serta memperhitungkan baik kenikmatan duniawi, ia menegaskan mereka hendak keadaan Rasulullah SAW yang penuh dengan kesahajaan kehidupan serta kepapaan.

Di antara contohnya merupakan sebagaimana yang dikisahkan Muhammad bin al- Munkadir( seseorang tabi’ i dari penduduk Madinah, meninggal pada tahun 130 H),

“ Dikala‘ Urwah bin az- Zubair menemuiku serta memegang tanganku, ia mengatakan,‘ Wahai Abu Abdullah.’

Kemudian saya menanggapi,“ Labbaik.”

Setelah itu ia mengatakan,

“ Dikala saya menemui Ummul mukminin‘ Aisyah RA, ia mengatakan,‘ Wahai anakku.’

Kemudian saya menanggapi,‘ Labbaik.’

Dia mengatakan lagi,‘ Demi Allah, sebetulnya kami dulu sempat hingga sepanjang 4 puluh malam tidak menyalakan api di rumah Rasulullah SAW, baik buat lentera maupun yang yang lain.’

Kemudian saya mengatakan,‘ Wahai Ummi, gimana kamu seluruh bisa hidup?’

Dia menanggapi,‘ Dengan 2 barang gelap( Aswadân); kurma serta air.’

Berikutnya‘ Urwah bin az- Zubair hidup sampai menggapai umur 71 tahun, yang diisinya dengan kebaikan, kebajikan serta ketakwaan.

Kala ajal menjelang, ia lagi berpuasa, kemudian keluarganya ngotot memintanyanya supaya berbuka saja tetapi ia menolak. Sangat ia sudah menolak, sebab ia berharap jika nanti ia dapat berbuka dengan seteguk air dari sungai Kautsar di dalam bejana emas serta di tangan bidadari. 

No comments:

Powered by Blogger.